Lika-liku Membeli Rumah bagi Anak Milenial

tips membeli rumah


Memang keinginan saya untuk punya rumah sendiri sudah ada dari zaman awal kerja, cuman waktu itu masih mikir

“Halah nanti aja”

Bapak saya juga pernah bilang 

“Sana beli rumah”

Saya balasnya sambil cengengesan dan merasa belum siap, karena jiwanya masih traveling kemana-mana hahaha.

Tapi tetap keinginan punya rumah kadang mampir ke lubuk hati, ke pikiran kalau lagi ngelamun. Padahal sudah tahu kalau harga properti makin tambah tahun, malah makin naik. Dan sekarang bisa dibilang “menyesal”, kok nggak dari dulu.

Saya berpikir, memutuskan untuk membeli rumah juga nggak secepat tinggal nunjuk aja, tapi juga mikirin siap secara finansial. 

Sampai temen ngajakin traveling pun saya beri pengertian, kalau ngajakin jalan jangan mendadak, karena saya harus saving money dulu, lagian sekarang saya pengen nabung, karena pengen beli rumah. Untungnya temen saya paham.

Semuanya Dimulai Dari Sini

Jadi, bulan Desember lalu, di salah satu mall di Jember ada pameran properti, karena saya penasaran dan pengen cari info, meluncurlah saya ke mall tersebut. Mengambil banyak brosur dari berbagai developer dan menyimpan nomor kontak marketing perumahannya, kalau sewaktu-waktu ingin survey lokasi.

2 minggu berselang dari pameran, saya mencoba memberanikan diri menghubungi salah satu marketing untuk survey lokasi dan rumah. Nggak pakai lama, besoknya saya bikin janji temu dengan mbak marketingnya ini.

Dari segi desain atau gambar yang saya lihat di brosur, desain rumahnya lumayan bagus, tipe sederhana ini dengan luas tanah 60 m sepertinya cocok untuk keluarga kecil. Survey di lokasi pertama (sebut perumahan A) ini saya cukup kagum dengan pengerjaan rumah yang sudah berdiri, cuman sisa lahannya memang nggak luas dan pertimbangan lainnya adalah lokasinya yang cukup jauh dari kota. 

Sebenarnya masih dibilang kota juga, cuman agak minggir dan saya merasa agak jauh karena nggak terbiasa melewati jalan tersebut.

Selanjutnya, mbak marketing menawarkan saya untuk melihat-lihat di perumahan lain (sebut perumahan B) yang sudah mengalami tahap pengembangan yang kesekian kali. Yang membuat saya kurang sreg dengan survey lokasi kedua ini adalah model bangunannya yang kotak alias persegi panjang. Saya melihat denahnya aja sampai bingung, nih model rumah kayak gimana. 

Keesokan harinya saya mencoba menghubungi nomer developer lain, karena saya dibuat naksir dengan model bangunannya yang minimalis dan kekinian. Developer ini mempunyai 2 lokasi perumahan dengan nama berbeda, tetapi desainnya masih sama. Sewaktu survey di perumahan C ini, nggak ada rumah contoh atau rumah kosong yang bisa dibuka, jadi saya nggak bisa lihat dalamannya. Dilihat dari kaca luar, modelnya sama seperti rumah-rumah lainnya.

Yang saya cari memang agak ribet, saya pengen luas tanah yang besar, sedangkan di Jember sekarang ini lahan tanah yang luas juga terbatas. Untungnya ada lagi perumahan yang menawarkan luas tanah cukup besar (sebut perumahan D) dan saya pun mencoba untuk datang ke rumah marketingnya dan survey.

Oke, saya dibuat cukup senang dengan modelnya, karena kamar mandinya dibuat agak tersembunyi. Tapi, kekurangannya ukuran kamar keduanya lebih kecil alias nggak luas. Jadi memang ada resiko juga yang diberikan ke konsumen, seperti ingin sisa lahan luas, tapi developer juga memangkas luas bangunannya.

Drama Beli Rumah

Selang sebulan dari survey rumah yang ketiga, saya hampir tiap beberapa hari sekali ditanyai jadi ambil dimana. Tapi masalahnya saya masih bingung dan perlu mikir keras sampai belum kasih keputusan. Memang ya, yang namanya marketing kudu aktif mengejar terus.

Dan karena saya sreg sama modelnya dari depan, dengan entengnya saya melakukan pembayaran tanda jadi sebesar satu juta rupiah untuk keep blok yang saya tunjuk.

Beberapa hari kemudian, saya coba adik saya untuk survey berdua dengan saya, untuk meminta pendapat adik saya juga sebenernya dan kebetulan sore itu ada rumah yang lagi dibangun dan saya coba intip masuk ke dalam. Ternyata rumahnya kecil dan sisa lahan dibelakang juga nggak lebar.

Saya makin ragu untuk ambil rumah di perumahan ini. Bimbang deh.

Meskipun saya sudah diberi berkas untuk dilengkapi, tapi malah nggak saya uruskan, karena masih nggak yakin.

Sampai seminggu kemudian dengan terpaksa saya membatalkan untuk ambil di perumahan C ini dengan resiko uang satu juta rupiah hangus. Mau gimana lagi.

Keinginan untuk cari rumah dengan luas tanah yang besar masih kuat, sampai akhirnya saya mencoba survey ke lokasi perumahan ke-5 yang sebelumnya nggak saya minati karena nggak suka dengan model bangunan depannya hahaha. Itupun juga saran dari sohib, yang minta saya coba dulu dilihat-lihat.

Siang itu saya mencoba survey dengan pihak marketingnya dan bangunan yang saya lihat di brosur kayak “enggak banget”, ternyata aslinya oke juga, dari segi pengerjaan rumahnya juga benar, saya juga cek airnya gimana, mengalir dengan debit air kencang atau enggak. Itupun juga karena dikasih tau sama sohib, kalau survey kudu bener-bener dicek, air, lingkungannya kayak gimana, terus pembangunan pondasi kayak gimana.

Pertimbangan Lokasi

Yang paling “penting” adalah mendengarkan kata hati. Saya nggak mau seperti teman saya yang sudah ACC bank tapi diakhir-akhir seperti menyesal karena nggak cocok sama lokasi rumahnya, karena dia cuman mengacu sama site plan yang dikasih sama marketingnya tanpa survey sendiri.

Ketika saya ditanya oleh teman mau ambil dimana, saya jawab di daerah perumahan D yang notabene memang agak jauh dari kantor. Temen saya bilang

“kejauhan lah kalau disana”, katanya

Wait, saya sendiri sampai niatin survey ulang setelah pulang kantor di jam 5 sore dan memang terasa jauh, itu karena juga nggak terbiasa jalan ke arah sana.

Di lokasi perumahan C memang dekat dengan kantor, paling cuman 5-10 menit motoran sudah sampai. 

Balik lagi ke tujuan awal membeli rumah, apakah untuk investasi dengan menyewakan ke orang lain atau nantinya juga bakalan ditempati sendiri. Kalau perhitungannya dari jarak tempuh kantor, memang agak jauh dan rata-rata perumahan di Jember memang berada di pinggir kota, karena lahan tengah kota juga nggak ada. Lagian pinggiran kota untuk ukuran kota Jember yang nggak luas, masih terhitung kota juga, seperti cukup dekat dengan stasiun atau alun-alun.

Memperhatikan Fasilitas yang diberikan Developer

Saya dijelaskan fasilitas apa aja yang didapatkan oleh calon pembeli di perumahan yang saya survey terakhir, yaitu perumahan E dan lumayan oke juga, seperti tiap rumah diberi penerangan jalan umum, memang nggak semua perumahan ada fasilitas seperti ini.

Saya juga memperhatikan kualitas airnya, seperti saran sohib saya, lingkungannya seperti apa, beruntung siang itu ada rumah yang selesai dibangun, jadi saya masuk ke dalam rumahnya dan melihat hasil kerja dari Pak Tukangnya.

Kurang lebih hampir 4 minggu saya berpikir keras untuk ambil dimana, sumpah dah saya merasa stress cuman mikir rumah hahaha. Sampai akhirnya saya memutuskan mengambil di perumahan E ini yang awalnya dulu nggak saya pengen.

Pengurusan Berkas

Saya diberi batas waktu maksimal seminggu untuk melengkapi berkas-berkas pengajuan, seperti ke kantor kelurahan. Yang bikin wara-wiri adalah menemui Pak RT dan Pak RW. Seperti ada tambahan form baru dari kelurahan dan saya baru tahu, sampai-sampai besok malamnya pergi lagi ke rumah Pak RT dan Pak RW untuk minta stempel dan tandatangan lagi.

Memperhatikan Isi Perjanjian

Sebagai anak lulusan Fakultas Hukum, membaca atau membuat sebuah perjanjian adalah hal yang biasa. Saya nggak mau membeli kucing dalam karung dan menyesal lama karena salah memutuskan rumah pilihan yang tepat.

Misalkan, nominal Down Payment (DP) yang dibayarkan konsumen meliputi biaya apa  saja, serta nominal apa saja yang nantinya menjadi tanggungan konsumen.

Proses Interview Bank

Setelah kelengkapan berkas perumahan saya serahkan ke marketing, keesokan harinya jadwal saya untuk inverview. Kali ini pihak Bank yang minta untuk interview di kantor sekalian sama survey lokasi kantor saya.  Aslik dah, tahap interview ini kayak momok. Memang sih pertanyaannya simple, sebagian besar menanyakan soal rekening koran dan daily acitivity yang berhubungan sama kerjaan.

Sore harinya, saya dapat kabar dari marketing kalau pengajuan saya di ACC. Terharu.

Masih panjang proses yang belum saya jalani, seperti proses realisasi dan akad notaris. 

Tips Membeli Rumah

Baidewei ini versi menurut saya ya, mungkin tiap orang bisa berbeda juga.

persiapan membeli rumah


Uang Muka (Down Payment)

Disaat teman-teman saya menyuruh saya untuk beli properti seperti rumah, saya justru santai saja, karena saya nggak mau buru-buru. Karena saat itu juga masih banyak keperluan lain. Meskipun uang muka bisa diangsur, tapi saya memilih untuk cash. 

Ketika misalnya pengajuan kita di ACC, dan dibulan kedua sudah masuk tahap angsuran ke-2, beban tanggungannya akan semakin besar, ada cicilan DP yang belum selesai dan ada biaya angsurannya. Malah terasa besar nominalnya.

Survey Lokasi

Jangan mau beli kucing dalam karung. Ini sedikit cerita dari temen saya, jadi si Mawar ini (sebut saja begitu), percaya gitu aja sama marketingnya, dia ketemu langsung saja nggak pernah. Nah lho, semua percakapan lewat chat WA dan Mawar juga disuruh milih mau kavling yang mana.

Si marketing menjelaskan, “ini jalan utama mbak, nanti ini jalannya rame”

Sampai proses ACC bank selesai, Mawar belum nyempetin untuk survey lokasi rumahnya dan setelah dia tau plus saya juga jelasin, karena saya pernah survey di perumahan yang sama, Mawar nampak “menyesal”, karena yang dimaksud jalan utama adalah bukan jalan utama dari gate depan, tapi jalan besar yang diarea paling belakang dan belum ada pengembangan lain, lah wong tetangganya saja belum ada. Sekelilingnya masih gundukan tanah-tanah.

Itulah pentingnya survey lokasi, mengetahui kredibilitas developernya, status tanah, jangan buru-buru juga. Pertimbangan apa yang membuat kita menginginkan beli di lokasi A, apakah dekat dengan rumah orang tua misalnya, atau dekat dengan tempat wisata yang kemungkinan nantinya bisa dikontrakkan, ataukah nantinya jadi rumah masa pensiun. 

Kemudian lingkungannya seperti apa, memang waktu survey kita masih belum kenal tetangga kanan kiri, karena bisa saja satu deretan kavling itu masih berupa kavling indenan orang lain dan belum ada yang nempati.

Fasilitas juga perlu ditanyakan,  listrik yang kita dapat berapa watt, apakah ada iuran kebersihan bulanan atau sejenisnya. 

Spesifikasi bangunan juga diperhatikan, kalau misalnya kita pengen ganti material boleh apa tidak, misal nih kita pengen langsung ngerubah posisi kamar mandi atau model saklar listrik langsung diganti ketika proses pembangunan. Karena nggak semua developer mempunyai kelonggaran.

Cukup panjang juga tulisan kali ini, semoga membantu teman-teman yang ingin memiliki hunian sendiri. Semangat.

Comments

  1. Kak Ainun, informatif dan bermanfaat sekali postingannya! Terima kasih banyak Kak 🥺. Kapan-kapan bikin postingan soal apa-apa aja yang perlu dicek dari kondisi bangunan rumah baru dong, Kak 🙈

    ReplyDelete
  2. Wah lika-likunya... Anyway, selamat ya, Kak, atas rumah barunya!

    ReplyDelete
  3. Saya senang banget baca artikel ini dan lebih senang lagi melihat Mbak Ainun sudah kepikiran dan berusaha membeli rumah. Kalau menurut saya, beli saja Mbak kalau keuangan sudah memadai. Kalaupun, belum mau menghuninya , nanti bisa dikontrakan. Kalaupun nanti, masih saja enggan menghuninya, maka 10 - 20 tahun kedepan bisa dijual loh. Ditahun - tahun tsb...mmm siapa tahu Mbak bisa kaya - raya dari penjualan tanah dan rumah tsb. Trus' uangnya bisa buat keliling dunia, sekalian bisa dipakai jalan - jalan kerumah " Mbak Tamara " . ( Ayo....!!! Masih ingat kan dengan Mbak Tamara ? )

    Kalau boleh sedikit menambahkan :

    1. Saat survei rumah jangan lupa tanya dengan Masyarakat terdekat biar tahu asal usul tanah yang dibangun tsb. Jangan sampai tanah tsb adalah tanah angker atau tanah larangan kayak di buku - buku dongeng,hihihi......

    2. Pastikan rumah yang kita pilih tidak menghadap ke Matahari terbenam, soalnya biasanya rumah bakalan puanassss. Kecuali, kalau AC bisa hidup non stop.

    3. Lihat kemiringan tanah, sebaiknya jangan beli rumah yang berada di bawah kemiringan tanah atau lebih rendah dari tempat lainnya. Soalnya, rawan banjir, coy.

    Ohy, biasanya ada harga ada kualitas. :)

    Selamat shopping properti ya Mbak Ainun. Ditunggu foto rumah barunya. :)

    ReplyDelete
  4. Kalau survey rumah kadang kesal kalau sama marketingnya. Soalnya saya orangnya nggak enakan, sementara saya tahu betul struktur rumah, dan kadang eneg dengan over klaim marketernya hahahaha.

    Btw, semoga lancar ya say, berkah rumahnya, aamiin

    ReplyDelete
  5. Selamat untuk rumah barunya mbak ainun. :D
    Jadi inget anekdot dari orang-orang tua dulu, beli rumah itu ga kayak beli lombok. Jadi yaa sebelum beli rumah dipastikan sesuai atau cocok dengan selera. Soalnya ini aka ditempati dalam waktu yang lama.

    Di semarang area perumahan juga ada di pinggiran kota. Bahkan bbrapa berbatasan dengan kabupaten lain..hiiks

    ReplyDelete
  6. sama cek kondisi banjir juga kak Ainun. Selain itu, sebelum serah terima kunci gitu, setauku ada masa supaya kita cek juga kondisi rumah ada kebocoran air atau engga, jadi sebelum ditempatin, bisa minta garansi dari developernya gitu. Kalo ga salah caranya di bagian WC lantai atas (ini kalo rumahnya bertingkat ya) dibikin genangan air gitu. Diemin semalaman supaya cek ada rembes ga plafonnya. Nah kalo ada rembes kan bisa minta developer benerin dulu sebelum ditempati. Kalo masalah bocor gini kan repot ya kalo sudah ditempati hehe

    btw beli rumah memang bukan urusan sepele, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Kak Ainun keren bingit sudah bisa beli rumah sendiri! Aku masih belum bisa, haha

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar biar saya senang