Toga, Tidak Semua Berakhir Bahagia

toga wisuda

Samar-samar mencoba kembali mengingat memori ketika masih SD, saat itu saya ke rumah nenek di Surabaya dan melihat foto om saya dengan pakaian jubah warna hitam atau biru di dalam pigura foto dengan tulisan yang terpampang di hard copy fotonya yaitu Institut Teknologi Surabaya. Ainun kecil nggak tahu apa nama pakaian yang dikenakan om saya itu.

Saat saya lulus SD juga nggak ada acara perpisahan yang mengharuskan siswanya untuk berpakaian layaknya orang lulus kuliah dengan pakaian toganya.

Barulah ketika lulus kuliah saya merasakan sendiri bagaimana rasanya mengenakan toga di acara formal dan sakral seperti ini.

Proses untuk bisa mengenakan toga juga nggak mudah, kuliah selama 4 tahun di kota tetangga dan merasakan rasanya menjadi anak kos juga nggak gampang. Saat itu, beberapa teman kuliah sudah ada yang berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam rentang waktu 3,5 tahun. Tapi saya nggak ada niatan untuk berlomba-lomba siapa yang paling duluan lulus diantara sahabat-sahabat saya. Semua berjalan sebagaimana waktunya, ada kalanya saya ingin mengulang lagi mata kuliah tertentu yang menurut saya nilainya masih kurang bagus. Sehingga hari libur kuliah, saya gunakan untuk mengikuti kuliah tambahan.

Sampai sekarang saya masih mengingat betul kalau momen wisuda kelulusan dari tingkat pendidikan S1 adalah yang memorable. Foto-foto studio dengan toga dan piagam masih tersimpan dengan rapi di album foto. 

Momen wisuda dengan toga ini bisa dibilang paling senang karena sudah lulus jadi mahasiswa dan momen yang sedih juga buat saya. Biasanya undangan untuk bisa masuk ke gedung wisuda hanya berlaku untuk 2 orang yang notabene mungkin diserahkan kepada orangtua mahasiswa.

Saya yang hidup dari orang tua yang broken home susah mengatur bagaimana caranya agar Bapak dan Ibu saya bisa sama-sama masuk ke dalam gedung. Saat itu, Ibu saya yang memilih masuk, karena Ibu yang masuk, Bapak nggak ingin ikutan masuk. Inilah momen “pincang” saya, di dalam gedung hanya berpikir Bapak nggak bisa melihat saya berjalan di depan panggung untuk menerima izasah, padahal waktu 4 tahun juga bukan waktu yang sebentar untuk saya duduk di bangku kuliah dan selama ini memang lebih dekatnya ke Bapak. Cerita momen saya berpakaian toga dan make up lengkap ala anak kuliahan yang lulus kuliah terasa kurang lengkap. 

Karena Bapak nggak bisa menyaksikan saya berjalan di atas panggung wisuda, sepulang wisuda nggak lupa untuk mengabadikan pakaian toga dan izasah dengan pergi ke studio foto supaya lebih mewah kesannya. Saya nggak ingin momen toga saya ini menguap begitu saja. Foto berdua dengan Bapak inilah yang menjadi hiburan saya, minimal Bapak bisa foto bareng sama saya diluar gedung wisuda meskipun nggak bisa menyaksikan langsung acara intinya.

Sampai sekarang kalau saya kembali membuka album foto wisuda, kenangan ini yang masih melekat di kepala. Momen dimana saya harus bersikap menghormati keputusan salah satu orangtua untuk nggak memaksakan kemauan saya, meskipun saat itu saya juga nggak memaksa. Padahal dalam hati, saya juga ingin seperti teman-teman yang lain dimana kedua orangtuanya bisa sama-sama masuk ke dalam gedung dan berbahagia bersama.

Yang pasti saya tetap menikmati kenangan masa kuliah sampai tahap bisa mengenakan toga dengan baik. 


*Tulisan ini diikutsertakan dalam 1 minggu 1 cerita dengan tema Toga



Comments

  1. wah ikut trenyuh mbak
    berkesan sekali pasti momen ini
    yang penting akhirnya mbak ainun bisa berfoto dengan Bapak ya..

    ReplyDelete
  2. Memang jadi serba salah ya mba. 🤗 Tapi aku pun akan berlaku yg sama, utk ga memaksakan keinginanku supaya mereka bisa sama2 masuk. Terlalu egois kalo kita memaksakan hal seperti itu. Buatku juga, yg terpenting toh pada akhirnya bisa berfoto dengan ibu dan ayah walo secara terpisah.

    Aku sendiri ga terlalu inget momen wisuda dulu 😂. Kecuali diadain di KL trus foto bareng ortu dan aku ga nyaman Ama make up 🤣🤣

    ReplyDelete
  3. Ikut sedih mbak, hal serupa terjadi sama bestie ku saat kami wisuda. Tapi kisahku kayaknya lebih menyedihkan haha.

    Pas aku wisuda ayahku sakit parah di RS, di Lampung, sedangkan aku kuliah di Purwokerto, jd kedua orang tuaku ga bisa dtg pas wisudaku, akhirnya aku minta keluarga pacar (skrg udah jd mantan dan lost contact wkwk) buat jd waliku. Jd ga ada foto sama keluarga sama sekali pas aku wisuda cm ada foto sama mantan & keluarganya tp udah aku bumi hanguskan semua wkwk.

    Tepat seminggu setelahnya ayahku meninggal, astaga.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar biar saya senang