Lebih Akurat Mana, Aplikasi Maps atau Hati?


Memang nggak bisa dipungkiri lagi, semakin kesini inovasi teknologi di kategori handphone (HP) sudah memberikan perkembangan yang berbeda. Dari yang awalnya pegang HP yang hanya bisa bikin nada dering lagu dengan rumus-rumus huruf dari majalah music Hot Chord sampai HP yang spesial buat main games saja, sudah bisa dinikmati para kawula muda saat itu, tinggal sesuaikan saja dengan kondisi keuangannya.

Teknologi baru membawa perubahan lagi ke sistem Android. Saya waktu itu nggak paham apa itu Android dan secanggih apa, sampai adik kos menunjukkan kecanggihannya pun, saya masih nggak ngeh. Lagi happeningnya si Android, eh muncul si Blackberry. Makin nggak ngerti juga canggihnya dimana, karena saya belum punya hahaha.

Dulu waktu masih jamannya pake Blackberry yang notabene hape tercanggih (saat itu), rasanya semua keinginan manusia bisa diselesaikan hanya dengan HP saja. Sebuah HP bisa mengakomodir kebutuhan manusia, apa nggak luar biasa ini namanya.

Sampai suatu saat saya mempunyai Blackberry dan Android sendiri, jadi bisa benar-benar merasakan kecanggihannya. Transaksi perbankan tinggal ketik ketik saja, mau nyari apa tinggal search saja, apalagi cuman butuh peta.



Saya memanfaatkan si Blackberry dan Android untuk mempermudah pekerjaan ataupun berselancar di dunia maya. Apalagi aplikasi navigasi yang disediakan di playstore cukup membantu saya yang cukup sering bepergian. Lalu sampai sejauh mana kebutuhan saya dicukupi oleh sebuah aplikasi ini?
* * *
Aplikasi Maps Mempermudah Pejalan? Tergantung Sikon
Waktu itu saya hanya berdua dengan travelmate menghabiskan akhir pekan di Banyuwangi. Rute Jember – Banyuwangi Kota dengan mulus saya lalui, karena area Banyuwangi masih wilayah kerja dan cukup sering saya kunjungi, sudah sedikit hapal dengan jalannya. 

Muter-muter explore daerah kota nggak ada masalah besar buat saya. Hari terakhir di Banyuwangi, kita nggak ada rencana akan pergi kemana, jadi random saja berbekal info dari teman saya ini dan googling.

Tahun 2015 tersebutlah nama Hutan Djawatan, saat itu masih sedikit sekali info apa itu hutan Djawatan. Menurut teman saya, di hutan ini banyak pohon pohon gede yang bagus buat dijadikan background foto. Berbekal Google Maps, saya mengarahkan kendaraan sesuai instruksi mbak-mbak di aplikasi tersebut. Done.

Hutan Djawatan masih polos

Saya berhasil menemukan lokasi Hutan Djawatan dengan baik. Lahh gampang, nggak jauh dari jalan raya utama. Say thanks to Google Maps.

Karena masih setengah hari, perjalanan dilanjutkan menuju daerah Jajag Banyuwangi. Maksud hati adalah ke Pulau Merah atau Pantai Pancer. Baiklah saya menuruti teman saya ini.

Flashback di tahun 2012, kantor saya mengadakan event di daerah kecamatan Pesanggaran, daerah ini jauhhh banget dari Jajag. Break event, saya dan pimpinan kantor plus rekan dari Banyuwangi diajaklah ke Pulau Merah yang saat itu masih sepi banget. Dari blusukan ini, sedikit banyak saya mengetahui medan jalan dan kondisinya.

Nah, saat saya ke Banyuwangi lagi inilah, saya kembali melewati beberapa ruas jalan yang sama dengan kunjungan saya saat event itu. Dan, entah sampai persimpangan jalan yang mana, kita berdua membuka Google Maps dan mempercayakan rute perjalanan pada suara si mbak Maps.

Sekian kilometer, maps mengarahkan saya ke jalanan tanah dan malah belok ke halaman rumah orang dan akhirnya bisa kembali ke jalanan aspal. Berjalan lagi sekian kilometer, mobil yang saya setiri melewati jalanan berbatu, semakin jauh dari jalanan aspal dan melewati ladang warga. Dari sini sebenarnya saya sudah aneh, tapi malah tancap gas terus dan terus. Jalanan desa berbatu ini juga semakin nggak ada orang hahaha.

Masih sempet moto, walaupun yakin ini bukan jalan yang benar
Sampai pada bagian melewati jembatan yang awalnya saya ragu bisa muat dengan mobil saya ini, dannnn untungnya muat, passs. Si mbak Google Maps, kembali mengarahkan “belok kiri ke jalan raya”, ya elahhh ternyata itu tadi tembusan jalanan utama, tapi kenapa saya bisa lewat jalan pelosok begini. Pffhhtt. Makin nggak jelas si Google Maps ini mah.

Selanjutnya, untuk menuju Pantai Pancer, hanya mencoba bertanya ke warga sekitar saja alias GPS alami (Gunakan Penduduk Setempat), karena mereka lebih jago dari si Google Maps ini.

Saat perjalanan pulang, saya nggak memilih menggunakan Google Maps tapi lebih menggunakan hati atau perasaan saya saja, karena memang sebelumnya samar-samar seperti pernah melewati daerah Kecamatan Gambiran dan sekitarnya ini. Dan berhasil sampai di kota kecamatan.

Beberapa teman berpendapat mengenai penggunaan aplikasi maps antara Google Maps maupun Waze, karena dua aplikasi ini yang paling umum dipakai. Teman yang satu bilang, enakan pakai Waze karena detail, ehh tapi ada nggak enaknya juga, di jalanan Surabaya kalau mengandalkan Waze bisa dilewatkan di jalanan sempit, nahh yang orang Surabaya pasti tahu gimana padatnya jalanan disana, apalagi kalau bawa mobil, udah ribet pastinya kalau nyasar melulu.

Ada juga yang cukup pakai Google Maps sudah bisa membantu. Saya setuju semua aplikasi ini mempunyai fansnya sendiri-sendiri, ada kalanya Google Maps mengarahkan saya ke tempat tujuan dengan benar dan tepat. Tepat sekali bahkan.

Tapi kalau sudah berada di daerah yang sinyal saja susah ataupun terpencil, sepertinya mending mengandalkan GPS saja alias Gunakan Penduduk Setempat.

Pernah dengar berita, sebuah mobil bisa masuk ke dalam hutan yang mau muter balik saja susah dan jalanan bertanah, kalau nggak salah di Jawa Tengah. Ini gara-gara driver mengandalkan dan mengikuti perintah aplikasi maps tadi untuk tujuan ke tempat wisata. Sampai-sampai pihak berwajib dan warga buat mengeluarkan mobil ini dari jalanan yang sempit dan pas sebadan mobil pun susah. 

Minimnya informasi ataupun petunjuk di jalan memang bisa membuat kesasar pengendara. Kalau sudah nggak yakin, mending pergi ke kantor polisi. Kayak saya.

Iya, waktu di Lombok dan memutuskan untuk muter-muter kota dengan motor sewaan di malam hari, dari Mataram Mall hanya muter muter saja dan nggak menemukan jalur balik ke Hotel di daerah Senggigi. Pilihannya adalah saya pergi ke kantor polisi dan dengan baiknya di antar bapak polisi sampai titik tertentu menuju daerah Senggigi.

Intinya jangan malu bertanya biar nggak kesasar kalau si aplikasi Maps belum menunjukkan jalan yang benar.

Dan jangan membuat keterbatasan membaca peta sebagai penghalang pergi kemana-mana, saya sendiri juga nggak jago-jago banget baca peta, disuruh belok ya belok, entah itu belokan yang mana.

Tiap orang punya favoritnya masing-masing, kalian pernah disasarin si mbak mbak Maps ini juga kah?





Comments

  1. pernah juga sih kalau maps nya lagi error haha tapi terbantu banget kalau cari lokasi yang dipusat kota atau tempatnya terkenal. kayaknya bakal milih buat pake maps dan kalau nggak ketemu tetep nanya sama orang yang ketemu dijalan^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak kalo di pusat kota dan mencari tempat yang udah "bernama" malah gampang ditemuin via maps, tau tau udah nyampe aja
      nahh kalo di pelosok ini yang kadang agak susah nemunya :D

      Delete
  2. Emang harus digabung biar ndak nyasar

    Google maps dan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar)

    Hihihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe iya kak aul, dimodif gitu dah, percaya maps plus percaya penduduk sekitar. Kalau maps kadang suka lama ketemunya, masih diputer puter gitu kadang

      Delete
    2. Kalau pakai Gunakan Penduduk Sekitar juga lucu tuh, katanya, oh bentar lagi nyampe tuh, udah dekat.
      Dekatnya 5 KM tapinya hahahaha

      Delete
    3. hahaha iya bener mba rey, menurut warga setempatnya deket, deket versi mereka ternyata jauhhh buat yang baru pertama kesana :D, sering kejadian kayak gini mba

      Delete
  3. Sebagai penghuni Jakarta, sudah pasti langganan aplikasi peta yang beberapa biji itu, dan sudah pasti juga sering dikecewakan. Cuma memang kita butuh untuk tahu jalan mana yang kurang macet dan jalan mana yang bisa saya tempuh untuk sampai tujuan dengan cepat, saya jadi sangat tergantung sama aplikasi aplikasi ini hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. nahh iya mas cipu, ada aplikasi yang membantu dengan memberikan alternatif jalan dan titik mana yang mungkin saat itu lagi rame-ramenya, perlu juga ini. paling nggak kita udah dibantu sama nih aplikasi daripada mengira-ngira jalan alternatif mana yang macet dan nggak macet

      Delete
  4. Enak mana aplikasi Google Maps atau Perasaan...🙄😲😲

    Saya mungkin akan menjawab tergantung sikon tempat saya berada jika diperkotaan saya akan gunakan Aplikasi Google Maps..😊😊


    Jika didaerah pedalaman yang jauh dari sinyal...Yaa terpaksa perasaan atau Insting yang harus bermain.😊

    Dan kesimpulannya sebenarnya untuk era sekarang keduanya perlu baik Aplikasi Google Maps maupun Perasaan atau Insting.😊😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. uhuyyy hehehe iya mas satria kayaknya dua-duanya bisa dipadukan nih, kadang sesekali sinyal juga susah dijangkau di pedalaman.

      Delete
  5. Saya benci tapi cinta sama google maps, sueerrrr hahahaha.

    Tahun 2016 atau 2015 ya? kami nyasarin diri ke Semarang.
    Sampai di sana nggak tahu mau ke mana, nggak enaknya kalau asal jalan itu ya, bingung mau ke mana.
    Asal searching di google, ketemu tempat terkenal macam lawang sewu, simpang 5, dan adalagi, brown canyon.

    Kalau lihat di foto-fotonya kok ya keren, pengen juga dong ke sana.
    Berangkatlah kami, sebelumnya mampir dulu di masjid agung Jateng.

    Dan mulai di situ udah pengen gigit hape.

    Bayangin ada jalan gede yang jadi aksesnya, ngapain juga kami dilewatin di jalan kampung, buat motor kayaknya, trus nyebrangin jembatan kecil.

    Tapi itu belum seberapa.
    Pas ke brown canyon itu, ternyata bisa diakses dari jalan utama Semarang nanti tinggal masuk lurus aja gitu ke lokasi.
    Lah kami dibawa ke jalan lewat belakang, lewatin sungai yang jembatannya rusak, trus naikkkk tinggi banget dan tau nggak berhenti di mana?
    Di puncak bukit yang dekat banget dengan bibir jurang dari brown canyon tersebut.
    Astagaaaaa, hampir copot jantung tahu nggak.

    beteh sekali hahahaha.


    Terus juga kalau lagi di Malang, saya nggak berani pakai google maps, sering banget dia bawa kami ke jalanan motor di kampung, sampai berkali-kali terpaksa mundur.

    Meskipun demikian, google maps ini amat sangat membantu waktu kami ke jakarta 2 tahun lalu.
    You know lah di sana lajur jalannya banyak, salah ambil lajur udah deh muteerr hahahaha.

    Nah si google maps ini baik hati banget milihin kami lajur dengan tepat dan dari jauh, jadi yang nyetir udah ngikut aja si google, dan sampai dengan cepat.

    Memang kayaknya lebih baik di kota besar, kalau di kota kecil selalu bikin kita lewati gang kecil :D

    Mengenai insting juga penting, sama seperti Kang Satria itu.

    Kami pernah ke Bromo dari Malang, lewat jalan kecil dong, maksudnya biar jadinya nggak masuk dari pasir berbisik, tapi langsung ke bukitnya.
    Eh ladalah, di tengah jalan sinyal XL nggak ada, adanya simpati dan nggak ada pulsanya, udah deh mengandalkan insting, pas nemu sinyal lagi, kami malah dilewatin di jalan antah berantah, yang bikin mau nangis itu, tahu sendiri kan di sana itu banyak jurang, nah kami disuruh lewat jalan keciiilllll, di sampingnya jurang.

    Duh yaaaahh, pengen kujambak mbak-mbak google itu hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha astaga pengalamannya banyak dan ujungnya ya ada keselnya juga
      aku ngebayangin waktu mba rey ngelewati sungai yang jembatannya rusak, yampunnnn seandainya.... duhhh kadang apa mau dikata si aplikasi ini ya :D
      lahhh tembusnya malah di dekat bibir jurang, jauhh ya sebenernya dari pintu masuk "resminya"

      nahh yang jalan ke bromo kalo dari malang, aku juga bisa membayangkan, aku tau beberapa spot aja jalurnya,temenku yang hapal biasanya, ada yang lebih deket kalo lewat Malang, jika posisi sudah di Malang daripada harus muter ke Probolinggo dulu. dan katanya memang kalo jalur yang dari Malang bersebelahan sama jurang dan enaknya motoran.

      kalau tujuan ke kota besar kayak Jakarta membantu sekali nih aplikasi, dari jauh udah di woro-woro sama si mbak googlenya, jadi yang nyetir bisa persiapan ambil jalurnya

      berhubung aku lama stay di Malang, aku udah sedikit paham dengan jalan tikus disana, ngebayangin warga baru yang mengandalkan aplikasi maps dan dilewatkan ke jalan yang cuman mungkin 4 meteran aja, kalau naik mobil udah pasti mepettt banget. Contoh sederhana, mungkin dari Universitas Brawijaya mau ke Batu lewat jalan singkat, maunya yang cepet gtu biasanya orang-orang, bisa jadi nanti malah dilewatkan di daerah Sigura-gura yang tembus ke pemukiman warga dengan jalan yang semakin lama semakin kecil, kalau motor masih oke lewat jalan begini

      Delete
    2. Nah iyaaa, kalau di Malang enggak banget deh saya pakai google Maps hahaha.
      Waktu di Bromo itu sampai merinding loh, soalnya udah sore dan udah adzan magrib, berkabut, sementara entah mengapa kami malah muter-muter di pinggir jurang hiks.
      Bikin merinding aja, dan beneran nggak bisa dipercaya deh si Gmaps itu kalau di tempat kecil :D
      Mending gunakan di kota besar, tapi jangan pake jalan tikus hahaha

      Delete
  6. ahahha, baru baca judulnya senyum2 sendiri mbak.. soalnya aku pun pernah disasarin sama mbak2 google maps ini, jalan muat 1 mobil doang dan buntu, damn harus mundur dong, nggak bisa putar balik. ngakak lah kalau ingat ini, tapi sering suka berhasil menemukan lokasi cuma bermodal gmaps, hhh
    sama banget lah, aku pun termasuk orang yang nggak jago baca peta, disuruh belok kiri yaudah nurut aja, hhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe ada kenangannya ya kalo pernah disasarin sama mbak google.
      mundurin ini kadang butuh perjuangan ya mbak, apalagi kalo mepet dan sempit jalannya
      kadangkala kalo pas nyasar ada aja nemu tempat bagus diluar perkiraan, tapi porsinya mungkin nol sekian persen :D

      Delete
  7. Hahaha, aku pernah! Pas di Bekasi, belum belum pernah ke sana sebelumnya jadi pakai aplikasi map. Eh, diarahinnya terus-terusan ke gank sempit dong. Padahal udah pilih "mobil". Kesyeeel. Akhirnya stop di mini market, nanya ibu-ibu. Hasilnya malah lebih akurat dari aplikasi. Gak ada 10 menit nyampe xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe ada aja ya mba indi, ini bisa bikin heran diri sendiri, dikenyataannya nggak sampe 10 menit nyampe, via aplikasi bisa sejam mungkin baru nyampe ya

      Delete
  8. Kalo disuruh milih, tentu saya akan mengkombinasikan keduanya. Tapi memang tak bisa disangkal juga, kedunta pernah salah dan menyesatkan. Suatu kali, mengandalkan Google Maps ke suatu tempat. Disuruh belok, tapi liat ada pembelokan pun tidak. Saya pikir, ini mungkin gara-gara sinyal. Tapi pake perasaanpun sama saja. Kadang kepikiran, "kayaknya kemarin belok kanan". Oke kanan. Tapi jalanannya buntu. Susah juga sih. Paling benar sih memang GPS itu 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe repot kadang ya mas rahul
      sepertinya mengkombinasikan keduanya juga nggak ada salahnya, kadang yaitu tadi disuruh belok, malah belok ke halaman rumah warga hahaha
      ngandelin perasaan eh ternyata buntu. Apapun yang dipakai berharapnya kalaupun nyasar nggak jauh-jauh banget

      Delete
  9. Disasarin sich ndak pernah kak, cuma seringan dilewatin jalan-jalan kecil gitu. Untungnya bawa motor jadi gampang selap selip. Hahahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe sebenernya kalau nyasar bisa balik lagi, puter balik, masih mending kalo naik motor gampang muternya, kalau naik mobil yang agak susah :D
      kayaknya aplikasi maps ini kalah canggih sama tukang ojek lokalan kalo di bali ya, malah waktu aku ke Bali dilewatin gang supersempit di rumah rumah warga, semeter kayaknya :D

      Delete
  10. Ga salah lagi kalo kadang2 aplikasi maps ini menyesatkan, diarahkan ke jalan antah berantah haha... untungnya saya ga pernah sih mbak. Memang paling aman, perlu pakai insting atau tanya orang sekitar untuk cari jalan

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe tergantung kota tujuan kayaknya mas sabda, kalau di kota gede sepertinya aman jaya, tapi kalo udah blusukan ke desa wahh bisa masuk halaman warga, kayak aku hahahaha
      padahal ada jalan aspal, kok ya bisa disasarin ke jalan tanah hahaha

      kalo udah putus asa nanya ke penduduk sekitar saja, daripada nggak sampai sampai kan ya :D

      Delete
  11. kalau diperkotaan, masih banayk benernay, kalau lewat koat dikit sering salahnya, bahkan jadi masuk hutanlah, jalan jelek dan kecil

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe iya mamah tira, bener sekali itu
      kudu survive meskipun disasarin sama aplikasi pokoknya

      Delete
  12. Saya pakai Google Maps, mba. Kalau Waze nggak pernah hehe. Dan saya pun pernah kesasar gara-gara Google Maps hahahaha. Tapi nggak sering untungnya 🙈

    By the way, Google Maps terasa sangat nice dan mudah digunakan setelah saya berkenalan sama Naver Maps Korea yang seriously membuat sakit kepala hahaha. Mana Google Maps nggak begitu fungsi baik di Korea karena kadang titiknya nggak pas 😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe sesekali disasarin biar ada cerita seru atau be-te nya ya

      wow malah google maps masih lebih friendly ya ketimbang aplikasi lokal korea si
      Naver ini, tapi memang kadang kordinat google maps ini agak ga jelas ya mba, masa pesen ojek online aja, bisa nyasar sampe ke gang belakang rumah karena menurut bapak ojeknya kordinatnya di belakang. jauh banget jatuhnya hahaha

      Delete
  13. Akhir-akhir ini kuperhatikan google maps udah akurat ngasi petunjuk jalannya.

    Dulu memang seringkali ngga akurat.
    Contohnya nih waktu kami nyari lokasi penginapan terdekat disearching rutenya pakai suara google map belok kanan belok kiri terus begitu tau-tau nyampai pinggir pemakaman.
    Kami sekeluarga jadi takut karena sekitaran gelap gulita dan batal cari penginapan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahahaha yampun pengalamannya luar biasa kak, kok ya bisa disasarin sampe ke pemakaman, nakal tuh si mbak mbak googlenya :D

      sekarang belum coba pakai google maps lagi, karena belum pergi pergi ke kota baru, pengen cobain pakai lagi,kira-kira akan dibawa kemana aku ini :D

      Delete
  14. that GPS-Gunakan Penduduk Setempat tho����

    memang aplikasi peta-peta itu hoki-hokian ya kak. kadang lagi baik, petunjuknya tepat. kadang kalo lagi kurang baik, uh—gak jelas banget.
    sudah beberapa kali saya 'di-ngambek-in' sama si Google Maps dan muter-muter sampai mau nangis (waktu itu baru awal² keluar kemana-mana sendiri hihi)
    tapi ya, karna orangnya susah nginget jalan, alhasil hampir selalu bergantung sama Google Maps�� (dan GPS juga kalau emang sudah mentok capek tersesat grgr Maps��)

    btw, salam kenal kak Ainun!☺️

    ReplyDelete
    Replies
    1. hai kak, salam kenal balik
      bisa disebut hoki-hokian juga ya, aku aja yg nyari jalan di kota sendiri lah kok ya nyasar jauhhh. Karena antara ga bisa baca peta atau yg baca bingung, hahaha
      dan kalau udah ga yakin akhirnya nanya warga sekitar, itupun kadang ada warga yang ga tau pasti, lalu cari lagi orang baru buat ditanyai sampe yg menurut kita "ini bener nih petunjuk dari warga lokalnya"

      Delete
  15. Iya pernah bgt mb ainun T.T. Waktu itu ke banyuwangi kota buat ke acara festival lembah ijen. Trus karena sendiri pakelah gmaps. Ngikutin mbak2 gmaps diterabasin lewat pematang sawah yang sempit banget. Padahal, ada jalan mulus bener buat dilewatin disebelah sana. Btw, djawatan ini cukup dekat sama rumah mb.Aku tinggal di jajag tapi jajag bagian pelosok pedesaan hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah kan hehe padahal daerah Licin udah beraspal ya, mulus rata-rata jalannya, ehh malah dilewatin ke jalanan sawah, kudu strong kalo disasarin begini apalagi pas sendirian
      owhhh kak suga asli Jajag toh, aku kalau kerjaan kantor ke daerah jajag lupa sampe mana blusukannya, yg jelas memang agak melosok, tapi ga hapal nama desanya. cukup hapal kalau jalan umum di Jajag

      Delete
  16. Aku belum pernah pake waze, Mbak. Pakenya google map doang. Dan selama ini juga cukup terbantu sama google map.

    Tapi pernah aku cari suatu lokasi pake google map dan disasarin di area persawahan. Padahal aku carinya kantor lho, masa iya di tengah sawah ada kantor. Emang mbak-mbak google map itu kadang-kadang suka iseng ya, Mbak Ainun.😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe astagaaa mbakk, padahal udah jelas disearchnya nama kantor ya, tapi malah disasarin ke sawah, jauh banget mba google ini bikin petanya
      mbak googlenya iseng yang bikin gregeten orang ya mba roem hahaha

      Delete
  17. Saya pilih... Pengetahuan.. wkwkwk.. soalnya kalau sudah tahu lebih enak dan pasti.

    Pernah pakai waze, setelah keliling-keliling 3 kali, tempatnya nggak ketemu juga. Pakai Google maps, juga pernah nyasar. Pakai hati, yah sama juga, nyasar sering.

    Hahahaha...

    Kenyataannya, memang kadang yang terbaik itu akan selalu tergantung pada situasi dan kondisi.

    Kalau ada orang disana, saya pilih bertanya daripada mengandalkan waze atau Google Maps. Dengan begitu panduannya agak lebih rinci dan saya bisa bertanya lebih detail.

    Kalau ke tempat baru yang saya tidak tahu sama sekali, barulah waze atau google maps yang jadi andalan, kemudian digabungkan dengan bertanya.

    Jadi, kalau saya pikir yang terbaik itu adalah gabungan semuanya.

    hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe setuju mas anton, pengetahuan selalu nomer satu :D

      malah kadang aku mending yang nyetir, temen yang bacain rutenya, daripada aku bingung baca peta hahaha. di kota sendiri bisa nyasar juga ini, kayaknya memang nggak pinter nuruti kemauan si aplikasi ini

      setuju mas anton, kalau ke tempat asing memang enaknya mengandalkan warga lokal dan sesekali dipaduin sama aplikasi, karena warga lokal biasanya yang lebih paham detail jalan juga

      Delete
  18. aduh ini pake gmaps adalah percikan berantem sama suami wkwk udah berapa kali yah akhirnya aku sama suami ngomel2 saling nyalahin padahal udah jelas mba si maps yang salah wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha bisa jadi judul FTV atau cerpen "gara-gara Gmaps, aku dan suami bertengkar"
      kadang mbak gmaps nya suka nyasar-nyasarin ya, itu yang bikin lama perjalanan

      Delete
  19. Saya dulu suka google maps, kalo tidak salah dari tahun 2010 saat paket internet masih mahal. Tapi saya gunakan Gmaps bukan untuk bepergian tapi karena ingin melihat daerah kampung halaman saya mbak.

    Iya, saya kerja merantau dan saat itu kadang masih suka kangen kampung halaman. Lihat daerah kelahiran biarpun cuma dari atas rasa kangen jadi terobati, aneh ya.😂

    Kalo untuk bepergian sampai sekarang aku masih gunakan GPS (gunakan penduduk setempat) kalo misalnya nyari tempat wisata, tak usah malu bertanya karena memang butuh, dari pada kesasar.,😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe baru tau aku kebiasaan mas agus jaman dulu, homesick di tempat baru ya mas agus.
      ngeliat rumah sendiri muncul di layar Gmaps rasanya seneng gitu ya

      malu bertanya menyesatkan ya, kadang kalau udah nyetir ga sempet liat layar hape, apalagi kalau nyetir sendirian, kalau ada barengnya ehh barengnya ga paham arah Gmaps, nyasar wkwkwkwk
      GPS alias penduduk setempat udah membantu meskipun sesekali harus turun dari kendaraan untuk memastikan lagi

      Delete
  20. Sepertinya Google Maps itu ga mengenal jalan buntu wkwkwkwkwk :) Pernah aku kesasar, emang bener sih kira2 tujuannya di situ ehh ternyata jalannya tertutup jadi kita tanya pakai mulut aja ke orang lain wkwkwkw. Tapo so far sih so good aja, Sangat membantu kita bepergian :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahaha iya mba, asal ada jalan sama Gmaps diokein aja
      kalau udah mentok jalan, nanya ke warga udah solusi yang mujarab

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar biar saya senang